Jangan salah, belum tentu buah yang umumnya setahun dua kali panen itu benar-benar berasal dari Kota Binjai. Bisa saja ia asli Kabupaten Langkat karena daerah yang berbatasan langsung dengan Kota Binjai ini juga merupakan salah satu daerah penghasil. Kebun-kebun rambutan juga tampak mendominasi pemandangan ketika memasuki wilayah ini dari Kota Medan.
Pada tahun 2002 saja produksi buah rambutan yang sentra panen terluasnya di lima kecamatan: Padang Tualang, Batang Serangan, Stabat, Sei Bingei, dan Sei Lepan, sebanyak 8.040 ton. Dari 20 kecamatan di Langkat, hanya tiga kecamatan yang pada tahun itu tidak memproduksi rambutan. Suplai rambutan dari Langkat mengisi pasar buah di daerah-daerah lain di Sumut khususnya dan Pulau Sumatera umumnya.
Namun, rambutan langkat memang kurang terdengar gaungnya. Kabupaten ini lebih dikenal sebagai daerah perkebunan kelapa sawit, tembakau, tebu, cokelat (kakao), dan karet. Kecuali tembakau yang seluruhnya dimiliki perkebunan negara, semua hasil perkebunan selain di bawah kendali perusahaan negara, swasta nasional dan asing, juga dimiliki rakyat.
Produk perkebunan kemudian diolah di pabrik-pabrik pengolahan di Langkat. Ada pula yang didistribusikan ke daerah lain dan sebagian juga diekspor. Tembakau misalnya, di Sumut dikenal dengan Tembakau Deli, diminati oleh Jerman. Ekspor dilakukan melalui Pelabuhan Belawan di Kota Medan.
Produk perkebunan lain seperti kelapa sawit diolah di pabrik-pabrik pengolahan dengan hasil akhir berupa Crude Palm Oil (CPO).
Langkat juga memiliki pabrik pengolahan tebu dengan produk akhir gula pasir yang diproduksi oleh Pabrik Gula Kwala Madu milik PT Perkebunan Nusantara (PTPN) IX. Keterbatasan pabrik pengolahan memang membuat komoditas perkebunan dan pertanian Langkat kurang memiliki nilai tambah.
Selain mengandalkan pertanian dan perkebunan, Langkat juga memiliki potensi perikanan. Secara geografis, hal ini memungkinkan karena sebagian wilayahnya berada di pesisir pantai. Perikanan laut merupakan salah satu sumber pendapatan bagi penduduk yang tinggal di sekitar lokasi tersebut.
Selain itu, tambak udang merupakan lahan yang cukup menjanjikan sebagai sumber penghasilan. Lokasi tambak udang berada di Kecamatan Secanggang, Tanjung Pura, Gebang, Babalan, Sei Lepan, Pangkalan Susu, dan Besitang. Industri pengolahan produk perikanan yang ada baru berupa industri kecil udang beku.
Kian hari, profesi nelayan di Langkat, seperti umumnya yang terjadi di daerah lain di negara ini, mengalami kesulitan. Kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) sungguh memberatkan para nelayan.
Biaya melaut menjadi mahal, sementara pendapatan tak seberapa. Pada tahun 1998 produksi ikan sebanyak 16.802 ton, tahun berikutnya naik menjadi 17.395 ton. Data terakhir tahun 2001, produksi ikan laut naik sekitar 4 persen dari tahun sebelumnya yang mencatat angka 17.818 ton.
Selain perkebunan-perkebunan yang mendominasi pemandangan dan di beberapa wilayah pantai dengan tambak-tambak udangnya, masih ada potensi unggulan yang dimiliki Kabupaten Lahat.
Mungkin belum banyak yang tahu jika sumur minyak dan gas bumi (migas) pertama di republik ini pertama kali ditemukan di Langkat sekitar tahun 1885. Kilang gas alam yang beroperasi sejak tahun 1965 di Pangkalan Brandan, Kecamatan Babalan, memproduksi gas elpiji (bahan bakar memasak pada kompor gas) sebanyak 280 ton per hari, kondensat 105 ton per hari, dan beberapa jenis gas dan minyak lainnya. Hasil dari sumur migas ini cukup memberi tambahan kas penerimaan anggaran pendapatan dan belanja daerah Kabupaten Langkat.
Untuk tahun anggaran 2003, ditetapkan target penerimaan bagi hasil dari migas Rp 16 miliar, naik hampir 80 persen dari target tahun sebelumnya sekitar Rp 9 miliar. Untuk pembangunan ekonomi rakyat, pengelola migas Langkat yaitu PT Pertamina memberikan bantuan berupa modal usaha kepada pengusaha lokal atau pembinaan keterampilan untuk industri kecil.
Dari beberapa potensi di atas, perkebunan tetaplah menjadi kegiatan ekonomi utama di kabupaten. Pada tahun 2001, perkebunan memberi kontribusi Rp 745,6 miliar, dari total kegiatan ekonomi yang Rp 3,8 triliun, di luar migas. Tempat kedua, pertanian tanaman pangan sebesar Rp 646,2 miliar. Setelah itu perikanan senilai Rp 482,8 miliar. Pada tahun 2001 ini terjadi kenaikan pertumbuhan ekonomi sebesar 3,25 persen, sementara tahun 2000 hanya 1,54 persen.
Dominasi tenaga kerja di Langkat ada di sektor pertanian dan perkebunan. Hingga tahun 2009 sekitar 35 persen penduduk bekerja di lapangan usaha pertanian, 12 persen di perkebunan, dan empat persen di perikanan. Mayoritas tenaga kerja lulusan sekolah menengah umum (SMU) dan sekolah menengah ekonomi atas (SMEA).
Untuk kas daerah, masih ada sektor pariwisata yang bisa diandalkan. Selama ini wisata Langkat yang paling dikenal adalah Pusat Rehabilitasi Orang Utan Bukit Lawang di Kecamatan Bahorok, yang berjaraknya sekitar 60 kilometer dari pusat kota.
Luas 6.262 km2, 20 kecamatan, 215 desa, 15 kelurahan (230), penduduk 892.533 jiwa,
2.8.159 KK.
Langkat Dalam Buku Aceh Sepanjang Abad
Tanggal 17 Januari 2009 merupakan Hari Jadi Ke 259 Kabupaten Langkat sejak ditetapkan hari jadinya yang pertama 17 Januari 1750. Penetapan tanggal tersebut dilakukan melalui seminar yang berlangsung di Stabat, 20 - 24 Juli 1994. Seminar terselenggara hasil kerja sama Pemkab Langkat dengan tokoh-tokoh masyarakat dan tim jurusan sejarah Fakultas Sastra USU melalui penelitian kepustakaan dan study lapangan.
Beberapa buku sejarah yang dirujuk di antaranya Mission To The East Coast Of Sumatra in 1823, John Anderson, Sumatera Utara di bawah kekuasaan pemerintah Hindia Belanda, jilid II, Fakultas Sastra USU, Koeli Kontrak Tempo Doeloe dengan Derita dan Kemarahannya, Waspada, 1977 dan Sari Sejarah Serdang, Tengku Lukman Sinar serta tulisan pendiri Harian Waspada H Mohammad Said dalam bukunya “Aceh Sepanjang Abad”. Setelah ditetapkan sebagai Peraturan Daerah dengan persetujuan Gubsu, lahirlah Perda No. 11 Tahun 1995 dan diundangkan dalam lembaran daerah, 20 Mei 1996. Untuk pertama kalinya Hari Jadi ke 247 Kabupaten Langkat diperingati dalam sidang paripurna DPRD Langkat di Stabat, 17 Januari 1997. Langkat rupa-rupanya sudah tersohor sejak jauh hari sebelum republik ini merdeka.
Bahkan dalam buku Aceh Sepanjang Abad tersebut, tercantum beberapa nama keturunan pendiri Langkat yang gigih berjuang menentang penjajahan Belanda. Tambo Langkat menyebutkan nama dinasti Langkat yang terjauh diketahui ialah Dewa Syahdan, digantikan putranya Dewa Sakti (1580-1612). Dewa Sakti belakangan digantikan Sultan Abdullah yang dikenal dengan sebutan Marhum Guri, putranya Raja Kahar merupakan pendiri Langkat. Raja Kahar memerintah di pertengahan abad ke 18 berkedudukan di Kota Dalam sebagai pusat pemerintahan, yaitu sebuah lokasi di antara Stabat dengan Kampung Inai. Raja Kahar digantikan anaknya Badiuzzaman yang memiliki empat putra masing-masing Kejuruan Hitam, Raja Wan, Syahdan dan Indra Bungsu.
Ketika Badiuzzaman meninggal, digantikan putra sulungnya Kejuruan Hitam berkedudukan di Jentra Malai yang berlokasi tidak jauh dari Kota Dalam. (Ancar-ancar lokasinya sekarang di Jalan Ampera paling ujung Desa Stabat Lama Barat Kecamatan Wampu-Red). Sementara Raja Wan memerintah di Selesai, Syahdan di Pungai dan Indra Bungsu tetap berada di Kota Dalam. Sistem pemerintahan yang dijalankan para putra Badiuzzaman bersifat otonom. Mereka memerintah daerahnya masing-masing, namun Kejuruan Hitam atau Tuah Hitam selaku saudara tertua adalah pusat pemerintahan yang diakui oleh saudara-saudaranya sebagai pimpinan tertinggi. Pada akhir abad ke 18 daerah-daerah di Langkat mulai berkembang dan makmur dengan potensi sumber daya alamnya. Belakangan, Siak datang menyerang Langkat dan menaklukkan negeri ini. (Aceh Sepanjang Abad-Hal.615).
Untuk jaminan kesetiaan Langkat, dua putra Langkat Nubat Syah anak Kejuruan Hitam dan Raja Ahmad anak Indra Bungsu di bawa ke Siak, Riau. Belakangan kedua putra Langat itu dikawinkan dengan putri Siak, Raja Ahmad dikawinkan dengan putri Siak bernama Tengku Kanah. Dari perkawinan ini lahir seorang putra diberi nama Tengku Musa, atau disebut dengan Tengku Ngah. Dalam tahun 1815, Nubat Syah dan Raja Ahmad kembali ke Langkat dan oleh Siak diberi kesempatan untuk kembali memerintah. Nubat Syah bergelar Raja Bendahara Kejuruan Jepura Bilad Jentera Malai dan Raja Ahmad bergelar Kejuruan Muda Wallah Jepura Bilad Langkat. Berdasaran ketentuan Sultan Siak, yang mewarisi pemerintahan kerajaan di Langkat adalah anak Nubat Syah yang lahir di Siak hasil perkawinannya dengan salah seorang putri Kerajaan Siak.
Ketika John Anderson, sekretaris Gubernur Inggeris di Penang melawat ke Sumatera Timur, 1823, didapatinya Langkat dalam suasana perang. Antara Raja Bendahara dan Raja Ahmad terjadi perebutan kekuasaan berlanjut terbunuhnya Raja Bendahara. Beberapa waktu kemudian terbunuh pula Raja Ahmad. Akibat peristiwa tersebut, Tengku Musa alias Tengku Ngah putra dari Raja Ahmad yang dibesarkan dan sudah dewasa di Siak datang ke Langkat. Semula menurut ketentuan Sultan Siak, anak Nubat Syah yang lahir di Siak (Tengku Maharaja) akan mewarisi Langkat, tetapi karena dia sudah meninggal, dapatlah Tengku Ngah menduduki kerajaan dengan pengakuan Sultan Siak.
Tetapi sesudah Nubat Syah terbunuh, masih ada saudaranya yang lain yaitu Raja Wan yang memerintah di Selesai. Sutan Muhammad Syeh atau Matsyeh yang merupakan Putra Raja Wan memerintah di Stabat dan seorang saudara lainnya memerintah di Bingai. Setelah Raja Wan meninggal, Matsyehlah yang menggantikannya dan ingin menguasai Langkat seutuhnya. Demikianlah, dalam perkembangan selanjutnya, Matsyeh telah berjuang mempertahankan Langkat agar jangan sampai jatuh kepada Belanda. Perjuangan Matsyeh yang juga sebagai Raja Stabat tersebut dibantu Tuanku Hasyim yang mewakili Sultan Aceh berkedudukan di Pulau Kampai.
Belakangan Matsyeh berhasil ditaklukkan Belanda, 22 Oktober 1865 dan dihukum rantai di penjara Cilacap Pulau Jawa. Pada beberapa bagian lainnya, nama Sutan Matsyeh dan Tuanku Hasyim banyak disebut tentang sepak terjang keduanya menentang penjajahan kolonial Belanda. Berbagai kalangan masyarakat berharap agar lintasan sejarah yang telah ada, terkait dengan penetapan Hari Jadi Kabupaten Langkat perlu digali lagi untuk dikembang dan dilestarikan bagi generasi penerus. Sehingga dapat memberikan inspirasi dan motivasi bagi masyarakat Langkat untuk menjadikan daerah ini ke arah lebih baik dan lebih berkembang di masa-masa mendatang. Dirgahayu Kabupaten Langkat.
Kecamatan di Kabupaten Langkat